Tuesday, February 16, 2010

Jangan Terjebak dalam Aksiomatika Parsial


Kompas, Selasa, 2 Februari 2010 | 18:40 WIB

Oleh: Siti Muyassarotul Hafidzoh*

Judul buku : Hermeneutika Al-Quran?
Penulis : Prof. Hassan Hanafi
Penerbit : Pesantren Nawesea Press Yogyakarta
Cetakan : 1, 2010
Tebal : 116 halaman

Kajian keilmuan selalu menghadirkan perspektif baru dalam memandang persoalan. Kemajuan kajian terindikasi dengan semakin beragam perspektif yang tampil dengan kebebasan akademik yang otonom. Semakin banyak bersemai berbagai pandangan yang menyemarakkan ritual diskusi. Semakin tinggi sebuah ide bertebaran dengan berbagai tanggapan yang mengitari. Dan semakin begairah manusia untuk selalu berfikir dan mendiskusikan hal-hal substansial untuk menyegarkan ide kemanusiaan di tengah kemelut isu kemanusiaan yang tak kunjung usai.

Dalam kajian keislaman (Islamic studies), kajian keilmuan memakai berbagai aksioma dengan beragam sudut pandang. Kajian banyak berkisar di ulum al-quran, ilm al-hadits, ushul fiqh, qowaid fiqhiyyah, ilm tarikh (ilmu sejarah), dan sebagainya. Karena banyaknya kajian inilah maka dikenal istilah ijma’ (konsensus) dalam kajian Islamic studies. Ijma’ ini biasanya akan menyatukan beragam pendapat yang silang-sengkarut, sehingga ditemukan sebuah kesepakatan. Ijma’ ini kemudian menjadi salah satu sumber penetapan hukum atas sebuah persoalan setelah Al-Quran dan Hadits.

Beragam pendekatan dalam Islamic studies merupakan indikasi bahwa intelektual Islam mempunyai cara pandang sendiri dalam menafsirkan kalam ilahi. Mereka (intelektual Islam) tidak mau terjebak dalam aksiomatika yang parsial, karena hany akan mengahdirkan tafsir yang parsial juga. Konsep ijma’ menjadi bukti bahwa cara ilmiah yang digunakan intelektual Islam tidak sekedar “semau gue”, “sesuai pendapat gue”, dan “sesuka pikiran gue”, tetapi melalui kajian dan perdebatan yang serius, sehingga menghasilkan consensus yang rasional dan diterima semuanya.

Karena tidak berangkat dalam ruang dalam ruang hampa dalam kajian keilmuan, maka intelektual Islam merumuskan teori keilmuannya juga didasarkan pada aide-ide yang rasional. Bukan sekedar asal-asalan saja. Termasuk dalam mengkaji hermeneutika dalam kajian ilmu Al-Quran. Menyematkan kajian hermeneutikan dalam kalam ilahi bukanlah dengan asal saja, tetapi harus melalui perdebatan yang serius, sehingga tidak menghasilkan hasil rumusan yang srampangan.

Perlu ijma’ dalam menetapkan hermeneutika dalam kajian ilmu al-Quran. Makanya perlu perdebatan panjang, tidak dengan menyuguhkannya dengan asal saja, dan marah ketika ada yang mengkritiknya. Inilah yang coba diurai Prof Hassan Hanafi, guru bisar filsafat Islam di Universitas Cairo. Hassan Hanafi dikenal sebagai penggagas Kiri Islam yang mencoba melakukan gerakan kritis dalam mendobrak kejumudan intelektual di dunia Islam. Kiri Islam yang diusung Hassan Hanafi bahkan menjadi isu yang seksi yang sejak awal tahun 90-an menjadi isu paling menarik umat Islam di Indonesia. Bahkan Al-Marhum Abdurrahman Wahid menjadi pendukung kuat Hassan Hanafi, terbukti dengan pengantar Gus Dur dalam buku “Kiri Islam”.

Dalam buku ini, Hassan Hanafi “unjuk rasa” dan “urun rembug” ihwal gagasan hermeneutika yang banyak dibicarakan dalam kajian Islamic studies. Terlebih ketika kajian hermeneutic disematkan dalam kajian ilm al-Quran. Sebagai intelektual Islam di masa kontemporer, Hassan Hanafi bukanlah serampangan untuk “menjatuhkan” hermeneutika dalam lapangan kajian Islamic studies. Dia tetap merespon kajian ini secra serius, bahkan oleh dia dikatakan menarik, karena memberikan angina penyegaran dalam lanskap pemikiran.

Tetapi bukanlah Hassan Hanafi menerima begitu saja hiruk pikuk hermeneutika yang sedang menggejala dalam dunia keilmun. Bukan pula alergi dengan semangat hermeneutika dalam melakukan proses pembebasan dlam berfikir. Tetapi buku ini menjadi sikap Hassan Hanafi dalam memahami secara kritis hermeneutika, sehingga tidak menyilap dan menyulap masyarakat Islam secara taken for granted, tetapi harus melalui kajian keilmuan yang diskursif.

Sebagai sebuah aksioma dalam traktat pengetahuan, Hanafi menerima hermeneutika sebagai salah satu aksioma, yang dalam buku ini dia jelaskan dalam tinjauan Islam. Dalam lapangan kajian keilmuan, sah-sah saja hermeneutika menjadi traktat keilmuan yang digunakan dalam menganalisis beragam fakta social. Tetapi kalau dilekatkan dalam al-Quran, atau menjadi hermeneutika al-Quran, maka tunggu dulu. Dalam pandangan Hanafi, penggagas hermeneutika al-Quran sebenarnya kehilangan kesadaran sejarah jika: menggunakan hermeneutika al-Quran tanpa menyadari konsekuensi teologisnya. Jauh-jauh hari, Hanafi sudah menegaskan bahwa teori kenabian membahas proses penerimaan wahyu secara vertical dari Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.

Dalam proses vertical ini, Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad bertindak sebagai penerima yang passif. Mereka berdua sepenuhnya bertindak sebagai recorders, sehingga wahyu Allah bersifat verbatim. Dengan kata lain, Nabi Muhammad dan malaikat Jibril tidak menafsirkan pikiran Tuhan. Setelah wahyu verbatim dicatat, berulah proses hermeneutika dapat berfungsi. Jadi, hermeneutika bersifat horizontal, yakni menafsirkan al-Quran setelah wahyu ilahi ini dicatat secara verbatim. Di sini, berulah Muhammad bertindak sebagai active interpreter, yakni menafsirkan al-Quran sesuai dengan konteks.

Dari sini terlihat sekali bahwa Hanafi melihat hermeneutika dalam al-Quran tidaklah srampangan. Hanafi tetap bergerak dalam prinsip bahwa wahyu Tuhan tetaplah terjga keasliannya, tidak bisa asal “diutak-atik gatuk”, tanpa landasan pemikiran yang rasional. Ini bukti bahwa pemikiran Hanafi yang tetap teguh dengan prinsip kajian Islamic studies, tidak asal-asalan menerima pemikiran secara membabi buta.

Sikap kritis dan independent inilah yang perlu menjadi pelajaran intelektual Islam di Indonesia dalam menanggapi beragam persoalan, khususnya terkait dalam Islamic studies. Tidak asal saja menyuarakan kebebasan dan pembebasan, juga tidak asal saja dalam mengkafirkan pendapat orang lain.

*Penikmat buku


Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2010/02/02/18405531/Jangan.Terjebak.dalam.Aksiomatika.Parsial.

No comments:

Post a Comment