Sunday, August 5, 2012

Bayt Al-Qur'an & Museum Istiqlal




Gedung Bayt Al-Qur'an TMII
Latar Belakang
Indonesia telah dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia sebagai salah satu bangsa yang besar, dengan ‘kesatuan dalam keanekaragaman’. Rasa kebersamaan dan toleransi antarsuku bangsa dan antaragama telah tertanam sepanjang sejarah pembentukan bangsa. Di antara ribuan pulau, repetitif ratusan suku dan adat istiadat, bangsa Indonesia mengakui adanya beberapa agama besar yang dipeluk oleh warga masyarakatnya. Masing-masing pemeluk agama memperoleh kesempatan dan hak yang sama dalam menjalankan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Islam merupakan agama terbesar yang dipeluk mayoritas masyarakat Indonesia. Toleransi beragama yang dijalankan oleh umatnya memiliki fungsi integratif yang memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa. Islam yang telah hadir berabad-abad lamanya merupakan ajaran yang telah membentuk karakter bangsa. Islam menyebar hampir ke seluruh pelosok tanah air dan mewarnai berbagai kebudayaan yang telah hidup sebelumnya. Tidak sedikit kebudayaan-kebudayaan itu yang hidup dalam nafas Islam sebagai jiwanya.
Setiap kebudayaan yang disentuh Islam tampaknya mempunyai keunikan tersendiri. Islam bersikap terbuka terhadap unsur-unsur budaya yang substansinya tidak bertentangan dengan prinsip Islam, dan membiarkannya merebak, bahkan berkembang menuju rona baru, dengan Islam sebagai warna dasarnya. Keanekaragaman budaya dalam kesatuan spiritual itu merupakan ciri khas kebudayaan yang telah dihidupi Islam. ‘Keanekaragaman dalam kesatuan’ merupakan kekuatan budaya bangsa sepanjang sejarahnya.
Kekayaan dan keragaman budaya Islam yang dimiliki bangsa Indonesia tampak jelas dalam Festival Istiqlal tahun 1991 dan 1995. Festival tersebut telah membuka mata kita akan potensi besar kekuatan Islam di Indonesia dari sisi budaya. Gelar budaya Indonesia yang bernafaskan Islam itu mampu menarik jumlah pengunjung yang fantastis dan tidak terduga. Di samping itu, keberhasilannya mengajak keikutsertaan negara lain menyadarkan kita akan pentingnya mendorong pembangunan budaya yang bernafaskan Islam ke dalam pentas kebudayaan yang lebih luas.
Pembangunan Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal merupakan bentuk kristalisasi dari seluruh cita-cita dan pemikiran untuk menampilkan dan mengaktualisasikan kebudayaan bangsa Indonesia, khususnya yang bernafaskan Islam.
Logo Bayt Al-Qur'an
Dasar dan Tujuan
DASAR
1. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang merupakan rahmat bagi seluruh alam yang menjadi tuntunan terbaik dan memiliki nilai sangat strategis untuk pembangunan umat manusia.
2. Sesungguhnya Al-Qur’an telah mengilhami, mendorong dan memperkaya budaya bangsa.
3. Kekayaan budaya yang bernafaskan Islam dalam berbagai bentuknya perlu dilestarikan dan dikembangkan.
TUJUAN
1. Meningkatkan kecintaan, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Al-Qur’an.
2. Menampilkan kebudayaan Indonesia yang bernafaskan Islam yang berkualitas dan kreatif dalam upaya memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa.
3. Menampilkan makna dan citra ajaran Islam dan budaya bangsa Indonesia yang bersifat terbuka, dinamis dan toleran.
4. Menampilkan budaya islami yang berasal dari Asia Tenggara dan bangsa-bangsa lainnya dalam upaya ikut melengkapi dan memperkaya khazanah budaya Islam dunia.
5. Menjadi forum studi dan pelayanan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya Islam.
Sejarah Singkat
Ide awal pendirian Bayt Al-Qur’an muncul dari Dr. H. Tarmizi Taher pada tahun 1994 ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI. Pada suatu ketika ia mendampingi Presiden H.M. Soeharto menerima hadiah sebuah Al-Qur’an besar dari Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, Kalibeber Wonosobo, Jawa Tengah. Satu tahun kemudian, tepatnya pada 1995, pada peringatan 50 tahun kemerdekaan RI, Presiden meresmikan Mushaf Istiqlal yang telah selesai dikerjakan sejak tahun 1991. Mushaf Istiqlal merupakan sebuah mushaf ukuran besar yang ditulis dengan khat yang indah, dilengkapi dengan hiasan (iluminasi) dari ragam hias 27 provinsi di Indonesia. Pada waktu itulah tercetus ide untuk mendirikan Bayt Al-Qur’an (berarti “Rumah Al-Qur’an”) sebagai tempat untuk menghimpun, menyimpan, memelihara dan memamerkan mushaf Al-Qur’an dari berbagai macam bentuk dan jenis, yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Ide ini kemudian langsung mendapat dukungan Ibu Tien Soeharto yang langsung mewakafkan tanah seluas satu hektar di kompleks Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, tepatnya di sebelah kanan pintu masuk utama TMII.
Setelah melalui tahapan perencanaan, gagasan untuk memperluas fungsi Bayt Al-Qur’an muncul terutama selepas penyelenggaraan Festival Istiqlal kedua pada tahun 1995. Pada penyelenggaraan festival tersebut telah banyak dihimpun benda-benda koleksi budaya Islam Nusantara yang pada saat itu belum terpikirkan akan ditempatkan di mana. Ide yang pada awalnya hanya untuk menghimpun naskah-naskah Al-Qur’an, kemudian diperluas untuk menghimpun, memamerkan, dan mengkaji sejarah serta budaya Islam Nusantara. Sejak saat itulah, timbul rencana untuk menggabungkan ide pendirian Bayt Al-Qur’an dengan pendirian Museum Istiqlal.
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dimaksudkan untuk menjadi dua lembaga yang memiliki kesatuan utuh, dengan perannya masing-masing. Keduanya menyatu dalam upaya meningkatkan kecintaan, pemahaman, dan pengamalan Al-Qur’an. Melihat kedudukan dan fungsinya, Museum Istiqlal tidak dapat dipisahkan dari Bayt Al-Qur’an. Bayt Al-Qur’an menggambarkan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk manusia, dan Museum Istiqlal merupakan perwujudan pelaksanaan petunjuk Allah dalam kehidupan dan budaya umat Islam Nusantara. Lebih dari sekadar tempat untuk menyimpan dan memamerkan Al-Qur’an dari berbagai tempat di Indonesia, Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal juga merupakan wadah kajian dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan budaya Islam.
Akhirnya pada tanggal 20 April 1997 Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal diresmikan pembukaannya oleh Presiden RI H.M. Soeharto, sebagai tonggak perkembangan dan kebesaran Islam di Indonesia: menyiarkan kegemilangan dari masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Organisasi
Pengelolaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal berada di bawah Departemen Agama RI. Pada tahun 1997 hingga 2002 dikelola oleh Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, tepatnya di bawah Direktorat Penerangan Agama Islam, berdasarkam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 475 Tahun 1997. Adapun yang ditunjuk sebagai direkturnya adalah Drs. H. Subagjo yang memimpin hingga tahun 1999, dan digantikan oleh Drs. H. Subandi M.Si. yang memimpin hingga 2001, dan dilanjutkan oleh Prof. Dr. H. Hasan Mu’arif Ambary (alm.) yang memimpin hingga tahun 2002.
Seiring dengan adanya restrukturisasi organisasi Departemen Agama RI, ‘induk’ Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal juga ikut bergeser. Pada tahun 2002, berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor E/50 Tahun 2002, pengelolaan Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal dialihkan ke Ditjen Kelembagaan Agama Islam, di bawah Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid, yang membawahi Subdit Siaran dan Tamadun, dan memiliki Seksi Museum Islam. Adapun direkturnya adalah ex officio Direktur Pendidikan Agama Islam Pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid, yaitu Dr. H. Yusnar Yusuf, MS, yang memimpin hingga tahun 2005.
Pada tahun 2005 Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal kembali harus menyesuaikan diri beralih ke Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam di bawah Direktorat Penerangan Agama Islam. Bertindak sebagai direkturnya adalah ex officio Direktur Penerangan Agama Islam, yaitu Drs. H. Mudjahid AK, M.Sc., yang memimpin hingga tahun 2006, kemudian digantikan oleh Drs. H. Ahmad Jauhari, M.Si.
Akhirnya, sejak tahun 2007 Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal secara struktural berada di dalam organisasi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Kepala Lajnah dijabat oleh Drs. H. Muhammad Shohib, MA. Di dalam struktur yang baru ini Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal berada di bawah Bidang Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi.
Arsitektur
Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal direncanakan dan didirikan dengan semangat mencari rida Allah swt, disertai upaya untuk menerjemahkan nilai, pandangan hidup, hasrat dan semangat masyarakat Islam Indonesia. Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dirancang dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadis yang merupakan pegangan hidup umat Islam, dan tetap mempertimbangkan kaidah arsitektur yang berusaha mencapai keselarasan yang padu antara keindahan dan fungsi. Gedung Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal dirancang oleh arsitek senior Indonesia, Ir. Achmad Noe’man bersama dengan biro arsitekturnya, PT Birano, Bandung.
Dalam konteks Indonesia, arsitektur selalu dikaitkan dengan unsur-unsur budaya setempat sehingga menemukan bentuknya yang khas. Reka bentuk gedung Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal sendiri merupakan suatu citra arsitektur tradisional dengan sentuhan modern, yaitu mengambil bentuk bujur sangkar dan atap tumpang limasan, atap susun yang semakin ke atas semakin kecil, dengan jumlah yang selalu ganjil, 3-5 tingkat, mengacu pada Mesjid Agung Demak, salah satu mesjid tertua dan bersejarah di Jawa. Pemakaian bentuk atap tumpang pada arsitektur bangunan ini melambangkan ketinggian falsafah hidup umat Islam Indonesia. Jika dilihat dari atas, struktur bangunan ini tampak dalam bentuk huruf “q” yang secara simbolis mengingatkan kita pada kata Qur’an. Pada bagian atas gedung ini, jika dilihat dari depan, tampak sebuah kitab Al-Qur’an yang sedang terbuka di atas rehal, yaitu sebuah benda yang dalam tradisi Islam merupakan tempat untuk alas membaca kitab Al-Qur’an.
Seluruh bangunan Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal terdiri atas 3,5 lantai dan satu lantai dasar (basement), serta sebuah masjid dengan luas keseluruhan ± 17.000 . Kedua bangunan ini tampak cukup megah, terletak di kompleks Taman Mini Indonesia Indah dengan tapak memanjang, dan berorientasi ke arah kiblat.
Lantai dasar (basement) merupakan ruang konservasi, laboratorium, karantina, workshop, percetakan dan lain-lain.
Lantai satu terdiri atas main hall, masjid, toko cinderamata, kafetaria, ruang pamer tetap dan tidak tetap.
Lantai dua untuk ruang pamer tidak tetap, ruang pamer museum, dilengkapi dengan ruang audio visual serta kantor untuk pengelola museum.
Lantai tiga untuk perpustakaan, ruang direktur, kepala bidang dan kepala seksi, ruang rapat terbatas, serta ruang kuratorial.

Menara di atas kolam Bayt Al-Qur'an
Isi Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal
BAYT AL-QUR’AN
Bayt Al-Qur’an menyimpan materi inti yang merupakan hasil pemahaman, pengkajian dan apresiasi umat Islam Indonesia terhadap kitab sucinya, yang meliputi manuskrip Al-Qur’an, Al-Qur’an cetakan, Al-Qur’an produk elektronik dan digital, metode pengajaran Al-Qur’an, terjemahan dan tafsir Al-Qur’an, serta karya seni dan tradisi Qur’ani.
Manuskrip Al-Qur’an
Seni mushaf Al-Qur’an telah lama berkembang di Indonesia, sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, yang disalin indah, dengan ragam hias yang khas. Bayt Al-Qur’an memamerkan beragam mushaf kuno dari berbagai daerah, di antaranya Mushaf La Lino dari kerajaan Bima, Mushaf Pusaka (1950) hadiah dari Istana Negara RI, hingga seni mushaf “modern” di Indonesia, yaitu Mushaf Istiqlal (1995), Mushaf Wonosobo (1994), Mushaf Sundawi (1997), Mushaf at-Tin (1999) dari keluarga HM Soeharto, dan Mushaf Kalimantan Barat (2003).
Al-Qur’an Cetakan
Beragam Al-Qur’an cetakan, sejak cetakan litografi (cetak batu) dari akhir abad ke-19, cetakan tahun 1960-an, sampai Al-Qur’an cetakan modern dalam berbagai edisi dan variasi tulisan.

Ruang Pamer
Al-Qur’an Elektronik dan Digital
Sesuai perkembangan teknologi, Al-Qur’an juga dikemas dalam bentuk perangkat elektronik dan digital, seperti kaset, CD, VCD, DVD, serta telepon genggam (handphone).
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Pentashihan mushaf Al-Qur’an dilakukan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Lembaga ini bertugas meneliti dan menjaga keaslian Al-Qur’an yang akan dicetak dan disebarluaskan di Indonesia. Setiap mushaf Al-Qur’an yang akan disebarluaskan, baik dengan media cetak maupun elektronik, harus diperiksa lebih dahulu oleh lembaga ini agar kebenaran dan keaslian teksnya tetap terjaga. Berbagai informasi mengenai kegiatan lembaga ini, meliputi prosedur, proses, teknik pemeriksaan dan teknik perbaikan ditampilkan di bagian ini.
Metode Pengajaran Al-Qur’an
Ada beberapa metode baca Al-Qur’an yang digunakan masyarakat, dan masing-masing mempunyai keunggulan tersendiri. Mulai dari metode Qira’ati, Iqra, al-Barqy, Hatta’iyah, an-Nur, Yambu’a dan lain-lain. Informasi mengenai sistem pengajaran dan perkembangannya ditampilkan di sini.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an
Para ulama Indonesia telah menghasilkan karya terjemahan dan tafsir Al-Qur’an, seperti Tarjuman al-Mustafid karya Abdurra’uf Singkel (abad ke-17), Tafsir Marah Labid karya Syaikh Nawawi al-Bantani, Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus, an-Nur dan al-Bayan karya TM Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Ibriz (tafsir bahasa Jawa berhuruf Pegon) karya KH Bisri Mustofa, al-Huda (terjemahan bahasa Jawa) karya H Bakri Syahid, Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (10 jilid) karya Tim Departemen Agama.
Karya Seni dan Tradisi Qur’ani
Karya seni Qur’ani merupakan benda-benda budaya yang menjadi media ekspresi dan memiliki makna khusus di masyarakat Indonesia, pada masa lalu maupun pada masa kini. Benda-benda ini mengandung simbol-simbol Qur’ani, yang terbuat dari kayu, batu, kain, keramik, logam dan lain-lain. Sebagian besar mengandung unsur kaligrafi yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi. Adapun tradisi Qur’ani mencakup adat istiadat masyarakat Indonesia dalam memuliakan Al-Qur’an, seperti tradisi penyalinan mushaf, khataman, dan lain-lain.
MUSEUM ISTIQLAL

Logo Bayt Al-Qur'an
Museum Istiqlal menyajikan koleksi karya seni budaya bangsa Indonesia yang bernafaskan Islam, antara lain berupa manuskrip keagamaan (selain Al-Qur’an), karya arsitektur, benda arkeologis, benda tradisi, dan seni rupa kontemporer.
Manuskrip Keagamaan
Naskah-naskah kuno yang berisi kajian Islam merupakan bukti perjalanan dan perkembangan intelektual Islam di Indonesia. Naskah-naskah tersebut meliputi berbagai bidang ilmu agama seperti tafsir, hadis, ilmu kalam, fikih, sastra, bahasa, hingga sejarah. Naskah-naskah tersebut berasal dari Aceh, Banten, Jawa, Madura, Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain.
Arsitektur
Arsitektur Islami di Indonesia terlihat pada bangunan masjid, dari yang megah hingga yang bersahaja, kesemuanya mempunyai keunikan tersendiri. Selain itu juga dapat dilihat pada bangunan lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah, juga rumah adat. Hal ini merupakan bukti dari akulturasi antara budaya lokal dengan nilai-nilai Islam. Perpaduan antara keduanya menghasilkan karya arsitektur yang unik dan khas, dari Aceh, Jawa, Riau, Kalimantan, Sulawesi, Lombok, hingga Maluku. Karya arsitektur itu disajikan dalam media foto, maket, miniatur maupun denah.
Benda Arkeologis
Benda-benda arkeologis Islam di Indonesia merupakan bukti yang penting bagi sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Benda–benda tersebut merupakan hasil temuan dari situs-situs penting awal mula Islam di Indonesia. Di sini disajikan replika batu nisan dari Aceh, Mojokerto dan Gresik. Batu nisan bernilai seni tinggi itu tidak hanya berfungsi sebagai penanda makam, tetapi juga merupakan prasasti yang menceritakan sejarah, riwayat kerajaan, serta masyarakat sekitar pada masa lalu.
Benda Tradisi
Benda-benda tradisi yang memiliki nilai-nilai Islami biasanya dipakai untuk keperluan khusus yang berhubungan dengan upacara-upacara adat, seperti perkawinan, kelahiran anak, khitanan, panen raya, dan upacara tradisional lainnya. Terdiri atas berbagai macam media, dari ukiran kayu, keramik, tenun, tekstil, hingga senjata tradisional. Pada umumnya dihiasi kaligrafi Arab berisi kalimat syahadat, ayat kursi, basmalah, dan lain-lain.

Koleksi Museum Istiqlal

Seni Rupa Kontemporer
Seni rupa islami kontemporer di Indonesia berkembang sejak tahun 1970-an, dan terus berlangsung hingga saat ini. Karya tersebut sering dan lebih mudah dikenali dari temanya yang sebagian besar berupa kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an, meskipun sebenarnya tidak harus menampilkan kaligrafi. Karya seni rupa kontemporer ini merupakan cerminan dari kondisi sosial dan budaya masyarakat masa kini dari sudut pandang seniman Muslim. Di sini disajikan karya perupa Muslim Indonesia dalam bentuk dua dan tiga dimensi, seperti lukisan di atas kanvas, lukisan kaca, tapestry, lukisan batik dan patung kaligrafi, antara lain karya Amri Yahya (alm.), Arsono, Yusuf Affendi, Sudjana, dan lain-lain. PENUTUP
Demikianlah, maka waktu mengantarkan nilai-nilai luhur dari masa lalu perkembangan Islam ke hadapan kita. Menyimak dengan baik makna sejarah suatu peradaban, kita mencoba membangun kembali sebuah kelampauan, untuk kita beri arti. Insya Allah, kita berada pada titik berangkat yang tepat untuk menerjemahkan makna sejarah bagi peradaban di masa-masa mendatang.
Dengan tuntunan Allah, semoga umat Islam di Indonesia mampu menjawab beragam persoalan di masa depan, senantiasa sedia untuk menindaklanjuti jejak keagungan peradaban Islam, dan mengambil sikap terhadap tantangan zaman. Semoga Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dapat memberi sumbangsih yang berharga bagi setiap Muslim di seluruh dunia, sehingga keberadaanya memiliki arti. Amin.

Retrieved from: http://hatirasul.wordpress.com/2010/08/13/bayt-al-quran-museum-istiqlal/

No comments:

Post a Comment